Jumat, 30 Mei 2014

WAHDATUL ULUM SEBAGAI KONSEP INTEGRASI ISLAM DAN SAINS DI UIN WALISONGO




WAHDATUL ULUM
SEBAGAI KONSEP INTEGRASI ISLAM DAN SAINS
DI UIN WALISONGO
I.               PENDAHULUAN
Hingga kini, masih kuat anggapan dalam masyarakat luas yang mengatakan “Agama” dan “Sains” adalah dua hal yang tidak bisa di pertemukan. Keduanya memiliki wilayah sendiri-sendiri, terpisah antara satu dan lainnya, baik dari segi objek formal-material, metode penelitian, kriteria kebenaran, peran yang dimainkan oleh ilmuan maupun status teori masing-masing bahkan sampai ke institusi penyelenggaranya.
Perbedaan ini semakin hari semakin jauh ketika aktivitas pendidikan dan keilmuan di Perguruan Tinggi Umum dan Perguruan Tinggi Agama di tanah air mirip seperti pola kerja ilmuan awal abad Renaissance hingga Era Revolusi Informasi. Perkembangan ilmu-ilmu sekuler sebagai simbol Keberhasilan Perguruan Tinggi Umum di satu pihak, sementara di iain pihak, perkembangan dan pertumbuhan Perguruan Tinggi Agama yang hanya menekankan ilmu-ilmu agama dan teks-teks keislaman normatif. Hal ini berdampak pada persoalan penciptaan tenaga kerja terampil dalam dunia ketenagakerjaan, serta membawa dampak negatif bagi pertumbuhan dan perkembangan kehidupan sosial-budaya, sosial-ekonomi, sosial politik, dan sosial keagamaan di tanah air.
Dari sini tergambar Reintegrasi Epistimologi Keilmuan dan konsep Wahdatul Ulum di UIN Walisongo Semarang mutlak diperlukan untuk mengantisipasi perkembangan-perkembangan yang serba kompleks dan tak terduga di era globalisasi ini agar tanggung jawab kemanusiaan dalam mengelola sumber daya alam dan sumber daya manusia indonesia menjadi berkualitas dan sebagai sebagai Kholifatullah fi al-Ard.

II.             TUJUAN
A.       Mengetahui pengertian Wahdatul ‘Ulum.
B.       Mengetahui latar belakang Wahdatul ‘Ulum dijadikan sebagai konsep integrasi islam dan sains di UIN Walisongo Semarang.
C.       Mengetahui konsep Wahdatul ‘Ulum sebagai Integrasi Islam dan Sains di UIN Walisongo Semarang.
D.      Mengetahui peran Wahdatul ‘Ulum dalam menghilangkan dikotomi ilmu di UIN Walisongo Semarang.
E.       Mengetahui strategi penerapan wahdatul ulum sebagai konsep integrasi islam dan sains di UIN Walisongo Semarang.
F.       Mengetahui apakah Wahdatul ‘Ulum dapat menjawab tantangan masa depan.

III.          PEMBAHASAN
A.      Pengertian Wahdatul Ulum
Wahdah disini berbeda dengan tauhid. Wahdah artinya kesatuan, Secara manifestasi ilmu itu banyak tapi secara haqiqi ilmu itu hanya satu. Sedangkan Kata ulum adalah bentuk jama’ dari kata “ilmu” yang berarti ilmu-ilmu. Ilmu itu memberi pencerahan. Sesuai sabda Rasulullah العلم نور, ilmu itu seperti cahaya. Cahaya itu membuat dirinya sendiri tampak dan karena cahaya juga, benda-benda disekitar cahaya terlihat. Begitu juga ilmu, membuat sesuatu yang tak tampak menjadi tampak. Ilmu itu sebenarnya tampak, kemudian karena ilmu orang itu bisa mengetahui orang lain padahal ilmu itu tidak tampak. Nah hakikat ilmu itu adalah seperti cahaya. Jadi Wahdatul ‘Ulum adalah kesatuan ilmu-ilmu.
Di dalam Al-Qur’an sendiri ilmu Allah itu adalah Al-’Alim, ilmu itu adalah bagian dari sifat Allah dan sifat Allah itu tidak bisa dipisahkan dari Dzat-Nya ini, sesungguhnya ke-Esaan Allah dengan keesan ilmu itu seolah olah menjadi satu.[1]

B.      Latar Belakang Wahdatul Ulum Dijadikan Sebagai Konsep Integrasi Islam Dan Sains Di UIN Walisongo Semarang
Wahdatul ulum di rumuskan bersama oleh tim salah satunya termasuk Dr. Abdul Muhaya, MA yang menjabat sebagai lektor kepala  di fakultas Ushuludin untuk mendukung konversi IAIN menjadi UIN. Pertama kali di rumuskan pada tahun 2003 namun sempat behenti karena pada saat pengajuan proposal loketnya sudah di tutup. kemudian dlanjutkan kembali saat akan melakukan pengajuan UIN.[2]
Wahdatul ulum sendiri mempunyai landasan prinsip-prinsip diantaranya:[3]
1.       Ilmu itu harus menjadikan pengembangnya semakin dekat dengan Tuhan.
2.       Menjadikan wahyu sebagai pintu masuk pertama.
Misalnya orang Matematika harus tahu bahwa Al-Qur’an terdapat hitung- hitungan dengan bicara ayat. Inilah yang paling mudah disalah pahami oleh orang. Menurut banyak orang, integrasi sains hanyalah ayatisasi tentang ilmu mereka. Padahal sebenarnya tidak, integrasi sains adalah bagaimana menangkap makna ayat yang terkait dan dijadikan pintu masuk untuk semua ilmu. Ayat itu tidak banyak tetapi hanya sedikit, sementara ilmu akan terus berkembang. Sangat konyol sekali apabila integrasi sains adalah asal tempel ayat. Untuk masuk kedalam integrasi sains, ilmu apapun jangan lupa Ayat Allah yang mempunyai 2 dalil yaitu ayat qouli dan ayat kauni. Dua ayat tersebut haruslah dikoneksikan.
3.       Ilmu-ilmu agama  harus menerima ilmu pengetahuan nonagama yang terkait. Ilmu agama adalah ilmu yang berbasis wahyu seperti Al-Qur’an, Sunnah, Hadist, Fiqih, dan lain-lain.
Misalnya adalah makanan halal. Menentukan makanan halal tidak bisa diterapkan untuk orang pesantren. Karena pada dasarnya, orang pesantren pandai dalam mengaji kitab kuning. Sedangkan, untuk meriset apakah makanan itu halal atau haram membutuhkan orang ahli Kimia.
4.       Ilmu- ilmu modern harus menerima prinsip- prinsip tauhid. Dikarenakan Ilmu agama sudah menerima ilmu nonagama, maka begitupun sebaliknya. Ilmu pengetahuan sekuler harus lapang dada menerima ilmu agama.
5.       Ayat Samawi yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW yaitu berupa Islam di tanah Arab hingga menyebar ke seluruh dunia. Dalam sepanjang sejarahnya, ada pertemuan yang bijaksana dengan kultur lokal yang disebut dengan local wisdom.
Dalam wahdatul ulum haruslah mengakui local wisdom yang harus didorong sehingga dapat mewarnai hidup ini. Contoh: Local Wisdom muslim Indonesia adalah mudik lebaran. Bahkan orang nonmuslim juga ikut pulang kampung pada saat lebaran. Tetapi, tidak ada yang namanya mudik di Arab Saudi.
Nabi bersabda:
لاَ يَدْخُلُ الجَنَّةَ قَاطِعٌ
Artinya: “Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan silaturrahim”.
Kita tidak bisa menghapus local wisdom. Sebagaimana yang benar adalah Islam Timur Tengah, yang berbau Jawa adalah bid’ah, itu tidak benar karena setiap lokalisasi mempunyai kultur yang berbeda sehingga harus saling menghormati.[4]
C.       Konsep Wahdatul ulum dan Integrasi Ilmu
Ilmu yang berangkat dari agama terkesan tidak ada hubungannya dengan ilmu science. Masing-masing ilmu berdiri sendiri dan tidak saling terkait. Padahal sebenarnya ilmu itu satu. Maka dari itu diperlukan Wahdatul Ulum atau Unity Of Science agar ilmu-ilmu itu terpadu dan saling melengkapi. Sehingga semua ilmu science dan teknologi dilandasi dengan agama. Jika ilmu berlandaskan agama maka manusia tidak akan melupakan tujuan utama ilmu, yaitu untuk keadilan dan kesejahteraan manusia bersama, bukan untuk kesejahtraan diri sendiri.[5]
Islam merupakan pemahaman bukan sekedar informasi. Keyakinan terhadap islam, bukanlah pemahaman seperti kepasturan, bukan pula informasi-informasi kegaiban tanpa dasar. Pemahaman islam tidak lain adalah pemikiran-pemikiran yang memiliki penunjukan-penunjukan nyata, yang dapat ditangkap akal secara langsung, selama masih berada dalam batas jangkauan akalnya. Namun, bila hal-hal tersebut berada di luar jangkauan akalnya, maka hal itu akan ditunjukkan secara pasti oleh sesuatu yang dapat diindera, tanpa rasa keraguan sedikitpun.
Dengan demikian, peranan akal bagi seorang manusia sangatlah penting dan mendasar bahkan akan menentukan kehidupannya, apakah dia akan menjadi seorang beriman atau sebaliknya. Imam Syafi’I dalam kitabnya Fiqhul Akbar mengatakan:“ Ketahuilah bahwa kewajiban pertama bagi seseorang adalah berpikir dan mencari bukti untuk mengetahui keberadaan Allah Ta’ala. Arti berpikir adalah melakukan penalaran dan perenungan kalbu. Dalam kondisi demikian orang yang berpikir tersebut dituntut untuk ma’rifat kepada Allah. Dengan cara seperti ini, ia bisa sampai kepada ma’rifat terhadap hal-hal yang ghaib dari pengamatannya dengan indera dan ini merupakan suatu keharusan. Hal ini sudah tentu merupakan kewajiban dalam bidang dasar agama.”
Dari sinilah kita memahami sebagai mana yang pernah disampaikan Rasulullah SAW, bahwa tidak ada agama (islam) tanpa aktivitas akal. Artinya, bagi seorang muslim keyakinannya tentang islam haruslah dibangun berdasarkan akal sehat dan penalarannya, bukan hanya sekedar dogma  yang dipaksakan atau informasi-informasi tanpa kenyataan. Namun, menggunakan akal disini tidak seperti pemahaman banyak orang, yakni agama itu harus selalu masuk akal. Akan tetapi, akal harus difungsikan sebagaimana mestinya, termasuk menyadari keterbatasan.[6]
Tidak dapat di pungkiri bahwa agama dan sains dua hal yang semakin memainkan peranan penting dalam kehidupan manusia. Perkembangan sains di dunia modern tidak berarti menurunnya pengaruh agama dalam kehidupan manusia. Kecenderungan semakin menguatnya agama dan sains menarik perhatian banyak kalangan, terutama berkenaan dengan hubungan antara keduanya. Kubu konfirmasi atau integrasi menyarankan agama dan sains agar saling mengukuhkan, terutama dalam berbagai pandangan tentang anggapan dasar tentang realitas, tanpa harus kehilangan identitas masing-masing. Dalam hal ini sains diharapkan mampu memberikan konfirmasi baik yang memperkuat atau mendukung keyakinan tentang Tuhan sebagai pencipta alam semesta.[7]
Ilmu yang tidak di integrasikan akan mempunyai dampak yang kurang baik, karena ilmu dipandang sebagai kekuatan atau kekuasaan. Orang yang hanya mengerti ilmu dari kacamata sekuler saja biasanya menggunakan ilmu yang dimiliki untuk keuntungan diri semata. Contoh dari masalah ini adalah politisi yang melakukan korupsi, mereka hanya menginginkan keuntungan individu tanpa takut merugikan banyak orang dan menghiraukan ancaman agama dari agama. Para koruptor ini tidak ada bedanya dengan drakula.
Untuk  yang di integrasikan ilmu di pandang sebagai tanggung jawab. Selain mengerti ilmu yang bersal dari pemikiran manusia juga mengerti ilmu agama karena antara ilmu dan kesholehan itu menyatu. Semakin orang itu berilmu maka harus semakin sholeh. Ilmu di gunakan untuk kesejahteraan bersama dan agar orang yang berilmu dapat menjadi wakil Tuhan di bumi.[8]

D.      Wahdatul Ulum Mengakhiri Dikotomi Agama dan Sains di UIN Walisongo Semarang
Hingga kini, masih kuat anggapan dalam masyarakat luas yang mengatakan “Agama” dan “Sains” adalah dua hal yang tidak bisa di pertemukan. Keduanya memiliiki wilayah sendiri-sendiri, terpisah antara satu dan lainnya, baik dari segi objek formal-material, metode penelitian, kriteria kebenaranperan yang dimainkan oleh ilmuan maupun status teori masing-masing bahkan sampai ke institusi penyelenggaranya.[9]
Sebenarnya terdapat beberapa hal yang mempertemukan agama dan sains, namun banyak hal, keduanya saling  di pertentangkan. Perkembangan ilmu-ilmu sekuler sebagai simbol Keberhasilan Perguruan Tinggi Umum di satu pihak, sementara di lain pihak, perkembangan dan pertumbuhan Perguruan Tinggi Agama yang hanya menekankan ilmu-ilmu agama dan teks-teks keislaman normatif berdampak pada persoalan penciptaan tenaga kerja terampil dalam dunia ketenagakerjaan, menjadikan kedua mengalami proses pertumbuhan tidak sehat serta membawa dampak negatif bagi pertumbuhan dan perkembangan kehidupan sosial-budaya, sosial-ekonomi, sosial politik, dan sosial keagamaan di tanah air.
Bangunan ilmu pengetehuan yang Dikotomik antara ilmu pengetahuan umum dan ilmu pengetehuan agama harus di ubah menjadi bangunanan keilmuan baru, menjadi kesatuan ilmu (Wahdatul Ulum) paling tidak bersifat komplementer.
Dari sini tergambar Reintegrasi Epistimologi Keilmuan mutlak diperlukan untuk mengantisipasi perkembangan-perkembangan yang serba kompleks dan tak terduga di era globalisasi ini agar tanggung jawab kemanusiaan dalam mengelola sumber daya alam dan sumber daya manusia indonesia menjadi berkualitas dan sebagai sebagai Kholifatullah fi al-Ard.
Agama dalam arti luas merupakan wahyu Tuhan, yang mengatur hubungan manusia dengan tuhan, dan lingkungan hidup baik fisik, sosial maupun budaya secara global. Seperangkat aaturan-aturan, nilai-nilai umum dan prinsip-prinsip dasar inilah yang disebut syariat. Kitab suci Al Qur’an merupakan petunjuk etika, moral, akhlak, kebijaksanaan dan dapat menjadi teologi ilmu.
Agama memang mengklaim sebagai sumber kebenaran. Namun, agama tidak pernah menjadikan wahyu sebagai satu-satunya sumber pengetehuan. Menurut pandangan ini, sumber pengetahuan ada dua macam, yaitu pengetahuan yang berasal dari Tuhan dan pengetahuan yang berasal dari manusia.
Meyakini latar belakang agama yang menjadi sumber ilmu atau tidak, tidak menjadi masalah. Ilmu yang berlatar belakang agama adalah ilmu yang objektif, bukan agama yang normatif. Maka objektifitas ilmu adalah ilmu dari orang yang beriman untuk seluruh manusia, tidak hanya orang beriman saja, lebih-lebih bukan untuk pengikut agama tertentu saja. Contoh objektivikasi ilmu antara lain: Optik dan aljabar (tanpa harus dikaitkan dengan budaya islam era Al Haitami, Al Khawarizmi), maekanika dan astropisika (tanpa dikaitkan budaya Yudeo-kristiani).
Wahdatul ulum sebagai paradigma keilmuan baru yang menyatukan bukan hanya sekedar menggabungkan wahyu Tuhan dan temuan pikiran manusia, itu tidak akan berakibat mengecilkan peran Tuhan atau mengucilkan manusia.[10]
E.       Strategi Penerapan Wahdatul Ulum sebagai Konsep Integrasi Islam dan Sains di UIN Walisongo
Strategi yang akan di laksanakan dalam rangka penerapan konsep Wahdatul Ulum di UIN Walisongo semarang ada beberapa tahapan. Di antaranya:
1.       Merumuskan konsep filosofis (wahdatul ulum)
2.       Menerjemahkan konsep filosofis kedalam nomenklatur perguruan tinggi. Misal adanya Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam yang menggunakan islam sebagai landasan ilmunya.
3.       Mengarahkan, melihat kearah ilmu yang kita iginkan. Mislanya ilmu matematika yang dipelajari harus diarahkan pada riset-riset yang  pada akhirnya menguak permasalahan matematika dengan maksud ketujuan, contoh mengkalkulasi penduduk indonesia dan pengiriman jamaah haji tiap tahun/orang, mengapa ada penduduk yang tidak bisa haji, sementara APBN 1600 triliyun dan sebagian penduduk ada yang bisa haji berkali-kali? Bahkan masih banyak yang penduduk miskin yang menjadi peminta-minta.
4.       Menyusun buku ajar atau modul pelajaran.
5.       Menyediakan fasilitas belajar sesuai dengan konsep filosofis. Seperti perpustakaan, dan ruang belajar.[11]

F.     Wahdatul Ulum: Menjawab Tantangan Perguruan Tinggi Agama (UIN Walisongo) di Era Globalisasi dan Informasi
Berbagai perubahan di era global diantaranya adalah laju perkembangan teknologi dan yang mudah diakses dan dapat mengubah sikap moral, sosial dan intelektual seseorang dalam waktu cepat. Perubahan ini menjadi tantangan yang yang menuntut respon tepat dan cepat dari Perguruan Tinggi Islam secara keseluruhan.
Pemikiran inilah yang mendorong adanya gagasan tentang pengembangan IAIN menjadi UIN dibawah Departemen Agama Republik Indonesia yang mencakup bukan hanya fakultas-fakultas agama, tetapi juga fakultas-fakultas umum dengan corak epistimologi keilmuan dan etika moral keagamaan yang integralistik (Konsep Wahdatul Ulum).
Dalam konsep ini, fakultas-fakultas tetap dipertahankan, namun perlu dikembangkan kurikulumya sesuai kebutuhan masyarakat pengguna jasa Perguruan Tinggi Agama. Sedangkan dalam fakultas- fakultas umum perlu dibekali muatan-muatan spiritualitas dan moral keagamaan yang lebih kritis dan terarah dalam format Intregated Curriculum bukan Sparated Curriculum.[12]
Upaya yang dilakukan IAIN Walisongo untuk pengembangan menjadi UIN diantaranya adalah mengikuti training pengembangan kurikulum  di Universitas Sains Islam Malaysia (USIM) pada bulan November 2013 dan mengadakan seminar pada bulan Desember 2013.
Training pengembangan kurikulum ini dilakukan dalam rangka memperkuat rancangan IAIN Walisongo menuju penerapan kurikulum berbasis Unity Of Sciences (Wahdatul Al ‘Ulum).  Sementara ini USIM dikenal sebagai perguruan tinggi di Malaysia  yang melakukan integrasi antara aqli dan naqli, hal ini tampak dari visi USIM “Integrasi aqli dan naqli menuju generasi unggul”. Oleh karenanya, dari training ini diharapkan ada yang dapat diadaptasi dari penerapan paradigma integrasi ilmu (al-‘ulum al-‘aqli dan al-‘ulum al-‘naqli).[13]
Sedangkan seminar yang diadakan pada Jum’at 6 Desemeber 2013 juga merupakan upaya untuk memantapkan konversi IAIN walisongo untuk menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo.
Seminar yang diadakan di lantai lima Hotel Pandanaran ini mengusung tema “Sosialisasi Strategi Pengembangan TRI DHARMA IAIN WALISONGO BERBASIS PARADIGMA UNITY OF SCIENCES”  Pada prinsipnya visi utama yang ingin dicapai dalam konversi IAIN menjadi UIN adalah untuk pengembangan umat, karna IAIN merupakan sebuah PT yang akan menghasilakn produk – produk yang bersentuhan lagsung dengan masyarakat.
Dalam sambutannya, Ruswan yang menjadi wakil Rektor pada saat itu mengatakan “IAIN harus berkembang, IAIN tidak boleh stagnan” karena inti dari pengembangan IAIN adalah pengembangan masyrakat. Lebih lanjut  Ruswan mengatakan dalam pengembangan IAIN menjadi UIN, ada dua hal yang menjadi target utama yaitu pengembangan mutu lulusan dan pencapaian masyarakat yang ideal.
Seminar yang diadakan dalam kerangka “The Support Quality Iprovement of Islamic Higher Education Project” atas dukungan Islamic Development Bank (IsDB) tahun 2013 ini lebih menekankan pada penegasan pemahaman mengenai paradigama Wahdatul Ulum (Unity Of Sciences). Paradigma ini menegaskan bahwa semua ilmu pada dasarnya adalah satu kesatuan yang berasal dari dan bermuara pada Allah melalui wahyu–Nya, oleh karenanya semua ilmu sudah semestinya saling berdialog dan bermuara pada satu tujuan yakni mengantarkan pengkajinya semakin dekat pada Allah. Dalam hal strategi untuk mengimplementasikan paradigm Unity of sciences itu IAIN Walisongo memilki tiga strategi yakni humanisasi ilmu-ilmu keislaman, spiritualisasi ilmu-ilmu modern dan Revitalisasi local wisdom.
Dari seminar tertsebut diharapkan agar nantinya seluruh civitas akademika di lingkungan IAIN Walisongo semarang dapat berperan aktif dan memberikan kontribusinya, sehingga IAIN Walisongo Semarnag benar – benar siap untuk menkonversikan dirinya menjadi Universitas berbasis paradigma Unity of Sciences yang akan melahirkan ilmuwan-ilmuwan yang ensiklopedis, meguasai banyak ilmu, memandang semua ilmu sebagai satu kesatuan yang holistik dan mendialogkan semua ilmu itu menjadi senyawa yang kaya.[14]

IV.           SIMPULAN
Wahdatul ‘Ulum adalah kesatuan ilmu-ilmu yang mempunyai landasan prinsip-prinsip diantaranya: Ilmu itu harus menjadikan pengembangnya semakin dekat dengan Tuhan, Menjadikan wahyu sebagai pintu masuk pertama.Ilmu-ilmu agama  harus menerima ilmu pengetahuan nonagama yang terkait, Ilmu- ilmu modern harus menerima prinsip- prinsip tauhid, menghargai local wisdom.
Ilmu yang tidak di integrasikan akan mempunyai dampak yang kurang baik, karena ilmu dipandang sebagai kekuatan atau kekuasaan. Sedangkan Untuk  yang di integrasikan ilmu di pandang sebagai tanggung jawab.
Wahdatul ulum sebagai paradigma keilmuan baru yang menyatukan bukan hanya sekedar menggabungkan wahyu Tuhan dan temuan pikiran manusia, itu tidak akan berakibat mengecilkan peran Tuhan atau mengucilkan manusia.
Strategi yang akan di laksanakan dalam rangka penerapan konsep Wahdatul Ulum di UIN Walisongo semarang ada beberapa tahapan. Di antaranya, merumuskan konsep filosofis (wahdatul ‘ulum), menerjemahkan konsep filosofis kedalam nomenklatur perguruan tinggi, mengarahkan kearah ilmu yang kita iginkan, Menyusun buku ajar atau modul pelajaran, dan menyediakan fasilitas belajar sesuai dengan konsep filosofis.
Upaya yang dilakukan IAIN Walisongo untuk pengembangan menjadi UIN diantaranya adalah mengikuti training pengembangan kurikulum  di Universitas Sains Islam Malaysia (USIM) pada bulan November 2013 dan mengadakan seminar pada bulan Desember 2013.
V.                   PENUTUP
Demikianlan makalah ini kami susun, kami sadar masih banyak kesalahan dan kekurangan baik dalam penyusunan maupun penyampaian dalam makalah ini, maka dari itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan guna memperbaiki penyusunan makalah selanjutnnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Aamiin



KEPUSTAKAAN
Abdullah, M. Amin. 2012. Islamic Studies di Perguruan  Tinggi. Yogyakarta:Pustaka Pelajar
Ibrahim, Lalu dan Tayyib, M. 2010. Keajaiban Sains Islam. Yogyakarta: Pinus Book Publisher.
Sudjana, Eggi. 2008. Islam fungsional. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.


Hasil wawancara dengan Dr.H. Abdul Muhayya, MA (salah satu dari tim penggagas  konsep wahdatul ulum). 27/03/2014. Pukul 10.30.

Hasil wawancara dengan Dr. H. Muhyar Fanani, M. Ag (salah satu dari tim penggagas  konsep wahdatul ulum). 28/03/2014. Pukul 11.00





[1] Keterangan dari Dr.H. Muhayya  (salah satu dari tim penggagas  konsep wahdatul ulum) saat kami wawancarai. Kamis, 27/03/2014. Pukul 10.30
[2] Keterangan dari Dr.H. Muhayya  (salah satu dari tim penggagas  konsep wahdatul ulum) saat kami wawancarai. Kamis, 27/03/2014. Pukul 10.30
[3] Keterangan dari Bapak Muhyar  Fanani  (salah satu dari tim penggagas  konsep wahdatul ulum) saat kami wawancarai. jumat, 28/03/2014. Pukul 11.00
[4]  Keterangan dari Bapak Muhyar  Fanani  (salah satu dari tim penggagas  konsep wahdatul ulum) saat kami wawancarai. jumat, 28/03/2014. Pukul 11.00

[5] Keterangan dari Dr.H. Muhayya  (salah satu dari tim penggagas  konsep wahdatul ulum) saat kami wawancarai. Kamis, 27/03/2014. Pukul 10.30
[6]Eggi Sudjana, Islam fungsional, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2008), hlm.12-13.
[7] Haji Lalu Ibrahim M. Tayyib, Keajaiban Sains Islam, (Yogyakarta, Pinus Book Publisher, 2010) hlm.7-11.
[8] Keterangan dari Bapak Muhtyar  Fanani  (salah satu dari tim penggagas  konsep wahdatul ulum) saat kami wawancarai. jumat, 28/03/2014. Pukul 11.00

[9] Prof.dr. M. Amin Abdullah, Islamic Studies di Perguruan  Tinggi, 2012 (Yogyakarta:Pustaka Pelajar)  hal.92
[10] Keterangan dari Dr.H. Muhayya  (salah satu dari tim penggagas  konsep wahdatul ulum) saat kami wawancarai. Kamis, 27/03/2014. Pukul 10.30
[11] Keterangan dari Bapak Muhtyar  Fanani  (salah satu dari tim penggagas  konsep wahdatul ulum) saat kami wawancarai. jumat,  28/03/2014. Pukul 11.00
[12] Prof.dr. M. Amin Abdullah, Islamic Studies Di Perguruan Tinggi, 2012 (Yogyakarta:Pustaka Pelajar)  hal. 103-104

2 komentar:

  1. Sakit mata kak baca blognya dengan warna blognya

    BalasHapus
  2. Tapi bagus kak isinya terimakasih, tapi kekurangannya bisa jadi saran yakak

    BalasHapus