WAHDATUL ULUM
SEBAGAI KONSEP INTEGRASI ISLAM DAN SAINS
DI UIN WALISONGO
I.
PENDAHULUAN
Hingga kini, masih kuat anggapan dalam masyarakat luas
yang mengatakan “Agama” dan “Sains” adalah dua hal yang tidak bisa di
pertemukan. Keduanya memiliki wilayah sendiri-sendiri, terpisah antara satu dan
lainnya, baik dari segi objek formal-material, metode penelitian, kriteria
kebenaran, peran yang dimainkan oleh ilmuan maupun status teori masing-masing
bahkan sampai ke institusi penyelenggaranya.
Perbedaan ini semakin hari
semakin jauh ketika aktivitas pendidikan dan keilmuan di Perguruan Tinggi Umum
dan Perguruan Tinggi Agama di tanah air mirip seperti pola kerja ilmuan awal
abad Renaissance hingga Era Revolusi Informasi. Perkembangan ilmu-ilmu
sekuler sebagai simbol Keberhasilan Perguruan Tinggi Umum di satu pihak,
sementara di iain pihak, perkembangan dan pertumbuhan Perguruan Tinggi Agama
yang hanya menekankan ilmu-ilmu agama dan teks-teks keislaman normatif. Hal ini
berdampak pada persoalan penciptaan tenaga kerja terampil dalam dunia
ketenagakerjaan, serta membawa dampak negatif bagi pertumbuhan dan perkembangan
kehidupan sosial-budaya, sosial-ekonomi, sosial politik, dan sosial keagamaan
di tanah air.
Dari sini tergambar Reintegrasi
Epistimologi Keilmuan dan konsep Wahdatul Ulum di UIN Walisongo
Semarang mutlak diperlukan untuk mengantisipasi perkembangan-perkembangan yang
serba kompleks dan tak terduga di era globalisasi ini agar tanggung jawab
kemanusiaan dalam mengelola sumber daya alam dan sumber daya manusia indonesia
menjadi berkualitas dan sebagai sebagai Kholifatullah fi al-Ard.
II.
TUJUAN
A.
Mengetahui pengertian Wahdatul ‘Ulum.
B.
Mengetahui latar belakang Wahdatul ‘Ulum dijadikan
sebagai konsep integrasi islam dan sains di UIN Walisongo Semarang.
C.
Mengetahui konsep Wahdatul ‘Ulum sebagai Integrasi
Islam dan Sains di UIN Walisongo Semarang.
D.
Mengetahui peran Wahdatul ‘Ulum dalam menghilangkan
dikotomi ilmu di UIN Walisongo Semarang.
E.
Mengetahui strategi penerapan wahdatul ulum
sebagai
konsep integrasi islam dan sains di UIN Walisongo Semarang.
F.
Mengetahui apakah Wahdatul ‘Ulum dapat menjawab
tantangan masa depan.
III.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Wahdatul
‘Ulum
Wahdah disini berbeda dengan tauhid. Wahdah artinya kesatuan, Secara manifestasi ilmu itu banyak tapi
secara haqiqi ilmu itu hanya satu. Sedangkan Kata ulum adalah bentuk jama’ dari kata “ilmu” yang berarti
ilmu-ilmu. Ilmu itu memberi pencerahan. Sesuai sabda Rasulullah العلم
نور, ilmu itu seperti cahaya. Cahaya itu membuat dirinya sendiri
tampak dan karena cahaya juga, benda-benda disekitar cahaya terlihat. Begitu juga ilmu,
membuat sesuatu yang tak tampak menjadi tampak. Ilmu itu sebenarnya tampak, kemudian
karena ilmu orang itu bisa mengetahui orang lain padahal ilmu itu tidak tampak. Nah
hakikat ilmu itu adalah seperti cahaya. Jadi Wahdatul ‘Ulum adalah kesatuan
ilmu-ilmu.
Di dalam Al-Qur’an sendiri ilmu Allah itu adalah Al-’Alim,
ilmu itu adalah bagian dari sifat Allah dan sifat Allah itu tidak bisa
dipisahkan dari Dzat-Nya ini, sesungguhnya ke-Esaan Allah dengan keesan ilmu
itu seolah olah menjadi satu.[1]
B. Latar Belakang Wahdatul
‘Ulum Dijadikan Sebagai Konsep Integrasi
Islam Dan Sains Di UIN Walisongo Semarang
Wahdatul ‘ulum di rumuskan bersama oleh tim salah
satunya termasuk Dr. Abdul Muhaya, MA yang menjabat sebagai lektor kepala di fakultas
Ushuludin untuk
mendukung konversi IAIN menjadi UIN. Pertama kali di rumuskan pada tahun 2003
namun sempat behenti karena pada saat pengajuan proposal loketnya sudah di
tutup. kemudian dlanjutkan kembali saat akan melakukan pengajuan UIN.[2]
Wahdatul ‘ulum sendiri mempunyai landasan
prinsip-prinsip diantaranya:[3]
1. Ilmu itu harus menjadikan pengembangnya semakin dekat dengan
Tuhan.
2. Menjadikan wahyu sebagai pintu masuk pertama.
Misalnya orang Matematika harus tahu bahwa
Al-Qur’an terdapat hitung- hitungan dengan bicara ayat. Inilah yang paling
mudah disalah pahami oleh orang. Menurut banyak orang, integrasi sains hanyalah
ayatisasi tentang ilmu mereka. Padahal sebenarnya tidak, integrasi sains adalah
bagaimana menangkap makna ayat yang terkait dan dijadikan pintu masuk untuk
semua ilmu. Ayat itu tidak banyak tetapi hanya sedikit, sementara ilmu akan
terus berkembang. Sangat konyol sekali apabila integrasi sains adalah asal
tempel ayat. Untuk masuk kedalam integrasi sains, ilmu apapun jangan lupa Ayat
Allah yang mempunyai 2 dalil yaitu ayat qouli dan ayat kauni. Dua ayat tersebut
haruslah dikoneksikan.
3. Ilmu-ilmu agama harus
menerima ilmu pengetahuan nonagama yang terkait. Ilmu agama adalah ilmu yang
berbasis wahyu seperti Al-Qur’an, Sunnah, Hadist, Fiqih, dan lain-lain.
Misalnya adalah makanan halal. Menentukan
makanan halal tidak bisa diterapkan untuk orang pesantren. Karena pada
dasarnya, orang pesantren pandai dalam mengaji kitab kuning. Sedangkan, untuk
meriset apakah makanan itu halal atau haram membutuhkan orang ahli Kimia.
4. Ilmu- ilmu modern harus menerima prinsip- prinsip tauhid.
Dikarenakan Ilmu agama sudah menerima ilmu nonagama, maka begitupun sebaliknya.
Ilmu pengetahuan sekuler harus lapang dada menerima ilmu agama.
5. Ayat Samawi yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW yaitu
berupa Islam di tanah Arab hingga menyebar ke seluruh dunia. Dalam sepanjang
sejarahnya, ada pertemuan yang bijaksana dengan kultur lokal yang disebut
dengan local wisdom.
Dalam wahdatul ‘ulum haruslah
mengakui local wisdom yang harus didorong sehingga dapat mewarnai hidup
ini. Contoh: Local Wisdom muslim Indonesia adalah mudik lebaran. Bahkan
orang nonmuslim juga ikut pulang kampung pada saat lebaran. Tetapi, tidak ada
yang namanya mudik di Arab Saudi.
Nabi bersabda:
لاَ يَدْخُلُ الجَنَّةَ قَاطِعٌ
Artinya: “Tidak akan masuk surga orang yang
memutuskan silaturrahim”.
Kita tidak bisa menghapus local wisdom. Sebagaimana yang
benar adalah Islam Timur Tengah, yang berbau Jawa adalah bid’ah, itu tidak
benar karena setiap lokalisasi mempunyai kultur yang berbeda sehingga harus
saling menghormati.[4]
C.
Konsep Wahdatul ‘ulum dan Integrasi Ilmu
Ilmu yang berangkat dari agama
terkesan tidak ada hubungannya dengan ilmu science.
Masing-masing ilmu berdiri sendiri dan tidak saling terkait. Padahal sebenarnya
ilmu itu satu. Maka dari itu diperlukan Wahdatul Ulum atau Unity Of
Science agar ilmu-ilmu itu terpadu dan saling melengkapi. Sehingga semua
ilmu science dan teknologi dilandasi
dengan agama. Jika ilmu berlandaskan agama maka manusia tidak akan melupakan
tujuan utama ilmu, yaitu untuk keadilan dan kesejahteraan manusia bersama,
bukan untuk kesejahtraan diri sendiri.[5]
Islam merupakan pemahaman bukan
sekedar informasi. Keyakinan terhadap islam, bukanlah pemahaman seperti
kepasturan, bukan pula informasi-informasi kegaiban tanpa dasar. Pemahaman
islam tidak lain adalah pemikiran-pemikiran yang memiliki penunjukan-penunjukan
nyata, yang dapat ditangkap akal secara langsung, selama masih berada dalam
batas jangkauan akalnya. Namun, bila hal-hal tersebut berada di luar jangkauan
akalnya, maka hal itu akan ditunjukkan secara pasti oleh sesuatu yang dapat
diindera, tanpa rasa keraguan sedikitpun.
Dengan demikian, peranan akal
bagi seorang manusia sangatlah penting dan mendasar bahkan akan menentukan
kehidupannya, apakah dia akan menjadi seorang beriman atau sebaliknya. Imam
Syafi’I dalam kitabnya Fiqhul Akbar
mengatakan:“ Ketahuilah bahwa kewajiban pertama bagi seseorang adalah berpikir
dan mencari bukti untuk mengetahui keberadaan Allah Ta’ala. Arti berpikir
adalah melakukan penalaran dan perenungan kalbu. Dalam kondisi demikian orang
yang berpikir tersebut dituntut untuk ma’rifat kepada Allah. Dengan cara
seperti ini, ia bisa sampai kepada ma’rifat terhadap hal-hal yang ghaib dari
pengamatannya dengan indera dan ini merupakan suatu keharusan. Hal ini sudah
tentu merupakan kewajiban dalam bidang dasar agama.”
Dari sinilah
kita memahami sebagai mana yang pernah disampaikan Rasulullah SAW, bahwa tidak ada agama (islam) tanpa aktivitas akal. Artinya, bagi seorang muslim
keyakinannya tentang islam haruslah dibangun berdasarkan akal sehat dan
penalarannya, bukan hanya sekedar dogma
yang dipaksakan atau informasi-informasi tanpa kenyataan. Namun,
menggunakan akal disini tidak seperti pemahaman banyak orang, yakni agama itu
harus selalu masuk akal. Akan tetapi, akal harus difungsikan sebagaimana
mestinya, termasuk menyadari keterbatasan.[6]
Tidak dapat di pungkiri bahwa
agama dan sains dua hal yang semakin memainkan peranan penting dalam kehidupan
manusia. Perkembangan sains di dunia modern tidak berarti menurunnya pengaruh
agama dalam kehidupan manusia. Kecenderungan semakin menguatnya agama dan sains
menarik perhatian banyak kalangan, terutama berkenaan dengan hubungan antara
keduanya. Kubu konfirmasi atau integrasi menyarankan agama dan sains agar
saling mengukuhkan, terutama dalam berbagai pandangan tentang anggapan dasar
tentang realitas, tanpa harus kehilangan identitas masing-masing. Dalam hal ini
sains diharapkan mampu memberikan konfirmasi baik yang memperkuat atau mendukung keyakinan tentang Tuhan sebagai pencipta alam
semesta.[7]
Ilmu yang tidak di integrasikan
akan mempunyai dampak yang kurang baik, karena ilmu dipandang sebagai kekuatan
atau kekuasaan. Orang yang hanya mengerti ilmu dari kacamata sekuler saja
biasanya menggunakan ilmu yang dimiliki untuk keuntungan diri semata. Contoh dari masalah ini adalah politisi yang melakukan
korupsi, mereka hanya menginginkan keuntungan individu tanpa takut merugikan
banyak orang dan menghiraukan ancaman agama dari agama. Para koruptor ini tidak ada bedanya dengan drakula.
Untuk yang di integrasikan ilmu di pandang sebagai
tanggung jawab. Selain mengerti ilmu yang bersal dari pemikiran manusia juga
mengerti ilmu agama karena antara ilmu dan kesholehan itu menyatu. Semakin
orang itu berilmu maka harus semakin sholeh. Ilmu di gunakan untuk kesejahteraan
bersama dan agar orang yang berilmu dapat menjadi wakil Tuhan di bumi.[8]
D.
“Wahdatul Ulum” Mengakhiri Dikotomi Agama dan
Sains di UIN Walisongo Semarang
Hingga kini, masih kuat anggapan
dalam masyarakat luas yang mengatakan “Agama” dan “Sains” adalah dua hal yang
tidak bisa di pertemukan. Keduanya memiliiki wilayah sendiri-sendiri, terpisah
antara satu dan lainnya, baik dari segi objek formal-material, metode
penelitian, kriteria kebenaranperan yang dimainkan oleh ilmuan maupun status
teori masing-masing bahkan sampai ke institusi penyelenggaranya.[9]
Sebenarnya terdapat beberapa hal
yang mempertemukan agama dan sains, namun banyak hal, keduanya saling di pertentangkan. Perkembangan ilmu-ilmu
sekuler sebagai simbol Keberhasilan Perguruan Tinggi Umum di satu pihak,
sementara di lain pihak, perkembangan dan pertumbuhan Perguruan Tinggi Agama
yang hanya menekankan ilmu-ilmu agama dan teks-teks keislaman normatif
berdampak pada persoalan penciptaan tenaga kerja terampil dalam dunia ketenagakerjaan,
menjadikan kedua mengalami proses pertumbuhan tidak sehat serta membawa dampak
negatif bagi pertumbuhan dan perkembangan kehidupan sosial-budaya,
sosial-ekonomi, sosial politik, dan sosial keagamaan di tanah air.
Bangunan ilmu pengetehuan yang
Dikotomik antara ilmu pengetahuan umum dan ilmu pengetehuan agama harus di ubah
menjadi bangunanan keilmuan baru, menjadi kesatuan ilmu (Wahdatul Ulum) paling
tidak bersifat komplementer.
Dari sini tergambar Reintegrasi
Epistimologi Keilmuan mutlak diperlukan untuk mengantisipasi
perkembangan-perkembangan yang serba kompleks dan tak terduga di era
globalisasi ini agar tanggung jawab kemanusiaan dalam mengelola sumber daya
alam dan sumber daya manusia indonesia menjadi berkualitas dan sebagai sebagai Kholifatullah
fi al-Ard.
Agama dalam arti luas merupakan
wahyu Tuhan, yang mengatur hubungan manusia dengan tuhan, dan lingkungan hidup
baik fisik, sosial maupun budaya secara global. Seperangkat
aaturan-aturan, nilai-nilai umum dan prinsip-prinsip dasar inilah yang disebut
syariat. Kitab suci Al Qur’an merupakan petunjuk etika, moral, akhlak,
kebijaksanaan dan dapat menjadi teologi ilmu.
Agama memang mengklaim sebagai
sumber kebenaran. Namun, agama tidak pernah menjadikan wahyu sebagai
satu-satunya sumber pengetehuan. Menurut pandangan ini, sumber pengetahuan ada
dua macam, yaitu pengetahuan yang berasal dari Tuhan dan pengetahuan yang
berasal dari manusia.
Meyakini latar belakang agama
yang menjadi sumber ilmu atau tidak, tidak menjadi masalah. Ilmu yang berlatar
belakang agama adalah ilmu yang objektif, bukan agama yang normatif. Maka
objektifitas ilmu adalah ilmu dari orang yang beriman untuk seluruh manusia,
tidak hanya orang beriman saja, lebih-lebih bukan untuk pengikut agama tertentu
saja. Contoh objektivikasi ilmu antara lain: Optik dan aljabar (tanpa
harus dikaitkan dengan budaya islam era Al Haitami, Al Khawarizmi), maekanika
dan astropisika (tanpa dikaitkan budaya Yudeo-kristiani).
Wahdatul ulum sebagai paradigma
keilmuan baru yang menyatukan bukan hanya sekedar menggabungkan wahyu Tuhan dan
temuan pikiran manusia, itu tidak akan berakibat mengecilkan peran Tuhan atau
mengucilkan manusia.[10]
E.
Strategi Penerapan Wahdatul Ulum sebagai Konsep Integrasi Islam dan Sains di UIN
Walisongo
Strategi yang akan di laksanakan
dalam rangka penerapan konsep Wahdatul Ulum di UIN Walisongo semarang ada
beberapa tahapan. Di antaranya:
1.
Merumuskan konsep filosofis (wahdatul ulum)
2.
Menerjemahkan konsep filosofis kedalam nomenklatur
perguruan tinggi. Misal adanya Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam yang
menggunakan islam sebagai landasan ilmunya.
3.
Mengarahkan, melihat kearah ilmu yang kita iginkan. Mislanya
ilmu matematika yang dipelajari harus diarahkan pada riset-riset yang pada akhirnya menguak permasalahan matematika
dengan maksud ketujuan, contoh mengkalkulasi penduduk indonesia dan pengiriman
jamaah haji tiap tahun/orang, mengapa ada penduduk yang tidak bisa haji,
sementara APBN 1600 triliyun dan sebagian penduduk ada yang bisa haji
berkali-kali? Bahkan masih banyak yang penduduk miskin yang menjadi
peminta-minta.
4.
Menyusun buku ajar atau modul pelajaran.
5.
Menyediakan fasilitas belajar sesuai dengan konsep
filosofis. Seperti perpustakaan, dan ruang belajar.[11]
F.
Wahdatul Ulum: Menjawab Tantangan Perguruan Tinggi Agama (UIN
Walisongo) di Era Globalisasi dan Informasi
Berbagai perubahan di era global
diantaranya adalah laju perkembangan teknologi dan yang mudah diakses dan dapat
mengubah sikap moral, sosial dan intelektual seseorang dalam
waktu cepat. Perubahan ini menjadi tantangan yang yang menuntut respon tepat dan cepat dari Perguruan Tinggi
Islam secara keseluruhan.
Pemikiran inilah yang mendorong
adanya gagasan tentang pengembangan IAIN menjadi UIN dibawah Departemen Agama
Republik Indonesia yang mencakup bukan hanya fakultas-fakultas agama, tetapi
juga fakultas-fakultas umum dengan corak epistimologi keilmuan dan etika moral
keagamaan yang integralistik (Konsep Wahdatul
‘Ulum).
Dalam konsep ini,
fakultas-fakultas tetap dipertahankan, namun perlu dikembangkan kurikulumya
sesuai kebutuhan masyarakat pengguna jasa Perguruan Tinggi Agama. Sedangkan dalam fakultas- fakultas umum perlu dibekali
muatan-muatan spiritualitas dan moral keagamaan yang lebih kritis dan terarah
dalam format Intregated Curriculum bukan Sparated Curriculum.[12]
Upaya yang dilakukan IAIN
Walisongo untuk pengembangan menjadi UIN diantaranya adalah mengikuti training
pengembangan kurikulum di Universitas
Sains Islam Malaysia (USIM) pada bulan November 2013 dan mengadakan seminar
pada bulan Desember 2013.
Training pengembangan kurikulum ini dilakukan dalam rangka memperkuat
rancangan IAIN Walisongo menuju penerapan kurikulum berbasis Unity Of
Sciences (Wahdatul Al ‘Ulum). Sementara ini USIM dikenal sebagai perguruan tinggi
di Malaysia yang melakukan integrasi antara aqli dan naqli,
hal ini tampak dari visi USIM “Integrasi aqli dan naqli menuju generasi
unggul”. Oleh karenanya, dari training ini diharapkan ada yang dapat diadaptasi
dari penerapan paradigma integrasi ilmu (al-‘ulum al-‘aqli dan al-‘ulum
al-‘naqli).[13]
Sedangkan seminar yang diadakan
pada Jum’at 6 Desemeber 2013 juga merupakan upaya untuk memantapkan konversi IAIN walisongo untuk
menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo.
Seminar yang diadakan
di lantai lima Hotel Pandanaran ini mengusung tema “Sosialisasi Strategi
Pengembangan TRI DHARMA IAIN WALISONGO BERBASIS PARADIGMA UNITY OF
SCIENCES” Pada prinsipnya visi utama
yang ingin dicapai dalam konversi IAIN menjadi UIN adalah untuk pengembangan
umat, karna IAIN merupakan sebuah PT yang akan menghasilakn produk – produk
yang bersentuhan lagsung dengan masyarakat.
Dalam sambutannya,
Ruswan yang menjadi wakil Rektor pada saat
itu mengatakan “IAIN harus
berkembang, IAIN tidak boleh stagnan” karena inti dari pengembangan IAIN adalah
pengembangan masyrakat. Lebih lanjut
Ruswan mengatakan dalam pengembangan IAIN menjadi UIN, ada dua hal yang
menjadi target utama yaitu pengembangan mutu lulusan dan pencapaian masyarakat
yang ideal.
Seminar yang diadakan
dalam kerangka “The Support Quality Iprovement of Islamic Higher Education
Project” atas dukungan Islamic Development Bank (IsDB) tahun 2013 ini lebih
menekankan pada penegasan pemahaman mengenai paradigama Wahdatul Ulum (Unity Of
Sciences). Paradigma ini menegaskan bahwa semua ilmu pada dasarnya
adalah satu kesatuan yang berasal dari dan bermuara pada Allah melalui wahyu–Nya,
oleh karenanya semua ilmu sudah semestinya saling berdialog dan bermuara pada
satu tujuan yakni mengantarkan pengkajinya semakin dekat pada Allah. Dalam hal strategi untuk
mengimplementasikan paradigm Unity of sciences itu IAIN Walisongo memilki tiga
strategi yakni humanisasi ilmu-ilmu keislaman, spiritualisasi ilmu-ilmu modern
dan Revitalisasi local wisdom.
Dari seminar tertsebut
diharapkan agar nantinya seluruh civitas akademika di lingkungan IAIN Walisongo
semarang dapat berperan aktif dan memberikan kontribusinya, sehingga IAIN
Walisongo Semarnag benar – benar siap untuk menkonversikan dirinya menjadi
Universitas berbasis paradigma Unity of Sciences yang akan melahirkan
ilmuwan-ilmuwan yang ensiklopedis, meguasai banyak ilmu, memandang semua ilmu
sebagai satu kesatuan yang holistik dan mendialogkan semua ilmu itu menjadi senyawa
yang kaya.[14]
IV.
SIMPULAN
Wahdatul ‘Ulum adalah
kesatuan ilmu-ilmu yang
mempunyai landasan prinsip-prinsip diantaranya: Ilmu itu
harus menjadikan pengembangnya semakin dekat dengan Tuhan, Menjadikan wahyu sebagai pintu masuk pertama.Ilmu-ilmu agama harus menerima ilmu pengetahuan nonagama yang
terkait, Ilmu- ilmu modern harus menerima prinsip- prinsip tauhid, menghargai local wisdom.
Ilmu yang tidak di integrasikan
akan mempunyai dampak yang kurang baik, karena ilmu dipandang sebagai kekuatan
atau kekuasaan. Sedangkan
Untuk yang di
integrasikan ilmu di pandang sebagai tanggung jawab.
Wahdatul ulum sebagai paradigma
keilmuan baru yang menyatukan bukan hanya sekedar menggabungkan wahyu Tuhan dan
temuan pikiran manusia, itu tidak akan berakibat mengecilkan peran Tuhan atau
mengucilkan manusia.
Strategi yang akan di laksanakan
dalam rangka penerapan konsep Wahdatul Ulum di UIN Walisongo semarang ada beberapa
tahapan. Di antaranya, merumuskan konsep filosofis (wahdatul ‘ulum), menerjemahkan
konsep filosofis kedalam nomenklatur perguruan tinggi, mengarahkan kearah ilmu
yang kita iginkan, Menyusun buku ajar atau modul pelajaran, dan menyediakan
fasilitas belajar sesuai dengan konsep filosofis.
Upaya yang dilakukan IAIN
Walisongo untuk pengembangan menjadi UIN diantaranya adalah mengikuti training
pengembangan kurikulum di Universitas
Sains Islam Malaysia (USIM) pada bulan November 2013 dan mengadakan seminar
pada bulan Desember 2013.
V.
PENUTUP
Demikianlan makalah ini kami susun, kami sadar masih banyak kesalahan dan kekurangan baik dalam
penyusunan maupun penyampaian dalam makalah ini, maka dari itu kritik dan saran
yang membangun sangat kami harapkan guna memperbaiki penyusunan makalah
selanjutnnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Aamiin
KEPUSTAKAAN
Abdullah, M. Amin. 2012. Islamic Studies di Perguruan Tinggi. Yogyakarta:Pustaka Pelajar
Ibrahim, Lalu dan Tayyib, M. 2010. Keajaiban Sains Islam. Yogyakarta: Pinus
Book Publisher.
Sudjana,
Eggi. 2008. Islam fungsional. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada.
http://justisia.com/2013/12/iain-semakin-mendekati-level-uin/.diakses
pukul 20:54
http://www.walisongo.ac.id/?p=news&id=training_on_curriculum_development_:_usim_malaysia
. diakses pukul 20:51.
Hasil wawancara dengan Dr.H. Abdul Muhayya, MA (salah satu
dari tim penggagas konsep wahdatul ulum).
27/03/2014. Pukul 10.30.
Hasil wawancara dengan Dr. H. Muhyar
Fanani, M. Ag (salah satu dari tim penggagas konsep wahdatul ulum). 28/03/2014. Pukul 11.00
[1]
Keterangan dari Dr.H. Muhayya (salah
satu dari tim penggagas konsep wahdatul
ulum) saat kami wawancarai. Kamis, 27/03/2014. Pukul 10.30
[2] Keterangan dari Dr.H. Muhayya (salah satu dari tim penggagas konsep wahdatul ulum) saat kami wawancarai.
Kamis, 27/03/2014. Pukul 10.30
[3] Keterangan dari Bapak Muhyar Fanani
(salah satu dari tim penggagas
konsep wahdatul ulum) saat kami wawancarai. jumat, 28/03/2014. Pukul 11.00
[4] Keterangan dari Bapak Muhyar Fanani
(salah satu dari tim penggagas
konsep wahdatul ulum) saat kami wawancarai. jumat, 28/03/2014. Pukul 11.00
[5]
Keterangan dari Dr.H. Muhayya (salah
satu dari tim penggagas konsep wahdatul
ulum) saat kami wawancarai. Kamis, 27/03/2014. Pukul 10.30
[6]Eggi
Sudjana, Islam fungsional, (Jakarta,
PT Raja Grafindo Persada, 2008), hlm.12-13.
[7]
Haji Lalu Ibrahim M. Tayyib, Keajaiban
Sains Islam, (Yogyakarta, Pinus Book Publisher, 2010) hlm.7-11.
[8]
Keterangan dari Bapak Muhtyar
Fanani (salah satu dari tim
penggagas konsep wahdatul ulum) saat
kami wawancarai. jumat, 28/03/2014. Pukul 11.00
[9]
Prof.dr. M. Amin Abdullah, Islamic Studies
di Perguruan Tinggi, 2012 (Yogyakarta:Pustaka Pelajar) hal.92
[10]
Keterangan dari Dr.H. Muhayya (salah
satu dari tim penggagas konsep wahdatul
ulum) saat kami wawancarai. Kamis, 27/03/2014. Pukul 10.30
[11]
Keterangan dari Bapak Muhtyar
Fanani (salah satu dari tim
penggagas konsep wahdatul ulum) saat
kami wawancarai. jumat, 28/03/2014.
Pukul 11.00
[12]
Prof.dr. M. Amin Abdullah, Islamic Studies
Di Perguruan Tinggi, 2012 (Yogyakarta:Pustaka Pelajar) hal. 103-104
[13]http://www.walisongo.ac.id/?p=news&id=training_on_curriculum_development_:_usim_malaysia
. diakses pukul 20:51.
Sakit mata kak baca blognya dengan warna blognya
BalasHapusTapi bagus kak isinya terimakasih, tapi kekurangannya bisa jadi saran yakak
BalasHapus